Senin, 10 Oktober 2016

Petani Yang Baik Hati

Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup seorang diri dan sangat miskin, pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba, pak petani tidak punya makanan, juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri. Hari itu pak petani hendak pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada sebutir telur tergeletak diatas tanah bersalju. Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah. 

Pak petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat. Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja. Pak petani membuat telur itu menjadi hangat setiap hari sampai telur itu menetas. Ternyata telur itu adalah telur burung camar. Mungkin induknya menjatuhkannya ketika hendak pindah ke tempat yang lebih hangat. Pak petani merawat burung camar kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dia selalu membagi setiap makanan yang diperolehnya dari bekerja di pasar. Ketika harus meninggalkan burung camar itu sendirian, pak petani akan meletakkannya di dalam kardus dan menyalakan perapian agar burung camar tetap hangat.

Hari-hari berlalu, burung camar kecil tumbuh semakin besar. Pak petani sadar, burung camar ini tidak selamanya akan tinggal bersama dirinya. Dengan berlinang air mata, pak petani melepaskan burung camar itu agar pergi ke selatan, ke tempat yang hangat.

Burung Camar
Suatu hari, pak petani terbaring sakit karena kedinginan. Dia tidak punya uang untuk membeli obat, kayu bakar dan makanan. Tok tok tok, terdengar suara dari pintu rumah pak petani. Ternyata burung camar itu kembali. Di paruhnya terdapat benih tanaman. Pak petani heran burung camar itu masih mengingatnya. Dibiarkannya burung camar itu masuk dan diberinya minum. Sambil memandang benih yang dibawa oleh burung camar, pak petani bertanya-tanya. Benih apakah ini? Dapatkah aku menanamnya di tengah musim dingin ini? Tanyanya dalam hati.

Burung camar keluar dari rumah pak petani, membuat lubang di halaman rumah pak petani lalu menanam benih itu. Ketika hari menjelang senja burung camar itu pergi meninggalkan pak petani. Esok harinya, keajaiban terjadi. Benih yang ditanam burung camar tumbuh menjadi pohon lengkap dengan buahnya hanya dalam sehari. Pak petani sangat terkejut melihatnya. Karena lapar, pak petani memakan buah pohon itu. Ajaib, tubuhnya menjadi kuat dan dia tidak merasa sakit. Karena keajaibannya, pak petani menamakan pohon itu Pohon Dewa, karena buahnya dapat membuat pak petani menjadi sehat kembali.

Pak petani merawat pohon itu dengan baik. Meskipun musim dingin, pohon itu terus berbuah dan tidak menjadi kering. Pak petani menjual buah itu dan mendapatkan banyak uang. Sekarang pak petani tidak lagi kedinginan dan kelaparan. Meskipun demikian, pak petani tetap murah hati, dia ingat bahwa apa yang diterimanya sekarang adalah buah dari ketulusannya menolong sesama makhluk hidup.

Si Monyet dan Si Kura Kura

Dahulu, hiduplah seekor monyet dan seekor kura-kura. Mereka adalah sahabat yang akrab. Tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Setiap pagi, mereka selalu jalan bersama, makan bersama, semua selalu bersama. Suatu hari, mereka menemukan beberapa biji pisang. "Hei, Ra. Gimana kalau kita tanam biji pisang ini? Siapa tahu berbuah," kata monyet. "Ya, ya. Ayo kita tanam biji pisang ini," kata kura-kura semangat.

Mereka pun kembali ke rumah mereka masing-masing. Di rumah monyet, ia menanam biji pisang itu di halaman rumahnya. Tapi, monyet tidak rajin merawatnya. Terkadang seminggu sekali. Bahkan pernah dalam seminggu tidak dirawat sedikitpun. Maka, pohon pisang monyet masih kecil sekali. Sementara itu, kura-kura menanam pohon pisang itu dengan rajin. Dia selalu menyiramnya setiap hari. Akhirnya pohon pisang kura-kura sudah besar dan berbuah.

Monyet dan kura-kura
Suatu hari, monyet pergi ke rumah kura-kura. Dilihatnya pisang yang sudah besar dan matang. Kebetulan juga kura-kura meminta tolong pada monyet. "Sahabat baikku, maukah kau petikkan untukku pisang itu? Tenang saja, kau juga akan kubagi," kata kura-kura. Dalam hati monyet, monyet senang. Tapi, ada suatu niat jahat. Dia akan memanjat pohon lalu memakan semua pisang kura-kura tanpa memberinya. "Baiklah, aku akan mengambilnya," kata monyet. Monyet lalu memanjat pohon itu.

Begitu sampai di atas, monyet langsung memakan pisang yang ada di pohon itu. Kura-kura kaget dan marah. "Hei sahabatku! Mengapa kau makan pisangku?!" tanya kura-kura marah. Si monyet tak menghiraukannya lagi. Dimakannya semua pisang itu sampai kenyang. Tapi salah satu dari dahan pisang itu retak. Akhirnya dahan itu jatuh bersama monyet. Si monyet itu pun meringis kesakitan. Tulang punggungnya patah.

Minggu, 23 November 2014

Sabuk Dewa

Pada suatu hari Kancil sedang berjalan-jalan di hutan, ketika sedang asik berjalan-jalan sambil makan rumput tiba-tiba Kancil dikagetkan dengan sura auman di depannya, ternyata itu adalah seekor Harimau yang tampaknya sedang kelaparan.
Auuummm!!! Hari ini nasibku baik sekali, perutku lagi kroncongan ehh ketemu Kancil sebagai makan siangku. Hei Kancil siap-siap ku makan nih, Aummmmmmmmm!!!.
Eittt! Tunggu Dulu Harimau, kalau kamu makan aku, kamu akan kehilangan cerita rahasia sabuk sang dewa, siapa yang memakainya akan bisa terbang dan kuat seperti dewa. Mau ngak bisa terbang dan kuat seperti dewa pasti kamu jadi raja hutan seperti selama ini yang kamu idam-idam kan, mau ngak ???? “ kata Kancil”.
Benar nih Cill, kamu ngak akan ku makan asal kamu beri tahu dimana letak sabuk dewa itu. “kata harimau”.
Benar dong, ayo ikut aku ke batu besar dipinggir sungai dekat rumpun bambu di selatan hutan. “kata Kancil”.
Merekapun segera berjalan menuju pinggir sungai di selatan hutan, ketika sampai ditujuan tampak sebuah benda berwarna cokelat hitam melingkar di sebuah batu besar menyerupai sebuah sabuk.
Harimaupun mengaum panjang, Aummmmmmm!!! Bergerak hendak menerjang benda tersebut.
Eitt ! Tunggu dulu Harimau, kalau kamu mau memakai sabuk dewa tersebut kamu harus berjalan mundur kearah sabuk tersebut dan jangan sekali-kali menengok ke belakang, agar dewa pemilik sabuk itu tidak mengetahui kehadiran mu kan mereka sedang asik mandi di sungai. “kata kancil”
Benar juga katamu Cil, habis sabuknya besar sekali sih jadi aku ngak sabar untuk memakainya. “Kata Harimau”
Oke deh! Harimau, sekarang kamu boleh berjalan mundur kearah sabuk itu. Tapi sebelum itu aku hitung dulu yach aku mau sembunyi takut nanti dimarahi dewa kalau melihatku. “kata Kancil “.
Cepat hitung Cil, aku sudah ngak sabar mau jadi raja hutan nih.!!!
Ok ku hitung yach, “kata Kancil” (Ajak anak anda ikut berhitung)!!!! 1.2.3. udahkah belum (kata Harimau), belum (Kata kancil sambil berlari meninggalkan harimau) 4.5.6.7 (udahkan belum), (Belum) 8.9.10 (sudahkah belum) (sudah teriak kancil yang sudah jauh meninggalkan Harimau)…………
Tanpa berpikir panjang Harimau pun segera berjalan mundur menuju kearah benda yang menyerupai sabuk tersebut. Dan ketika tubuhnya memasuki kedalam lingkaran tersebut tiba-tiba benda tersebut bergerak melilit tubuh Harimau. Harimau tampak senang karena dalam pikirannya sabuk tersebut sedang bereaksi memberi kekuatan ke tubuhnya, tapi tiba-tiba lilitan itu semakin lama semakin kuat dan membuat harimau kesakitan. Dan alangkah kagetnya Harimau ketika dihadapannya muncul kepala ular piton raksasa di depannya. Harimaupun berteriak minta tolong dan menggeram “Awas kamu cill, kamu telah membohongi ku. Ternyata benda ini bukan sabuk dewa tapi ular piton raksasa”” tapi teriakan minta tolong itu tampaknya sia-sia belaka.Karena ular piton itu terlampau besar dan akhirnya matilah Harimau tesebut dengan tulang-tulang yang remuk.
Adapun Kancil yang nyawanya terselamatkan karena kecerdikannya memulai petualangan barunya di belantara hutan.


Selasa, 04 November 2014

Serigala dan Burung Bangau



Kasihan Pak Serigala. Dia tersedak dan terbatuk-batuk hingga bercucuran air matanya, tetapi dia tidak bisa mengeluarkan tulang yang tertancap di tenggorokannya.
"Tolong!," terengah-engah ia memohon pada seekor burung bangau berleher panjang yang sedang memperhatikannya.

"Tolong! Sebuah tulang ada di tenggorokanku!"
Tetapi si burung bangau hanya menatapnya dengan curiga.
"Oh tolonglah!" teriak Pak Serigala dengan suara memelas kesakitan, dia megap-megap menghirup udara. "Kamu pasti dapat hadiah jika kamu mau mengambilkan tulang dari tenggorokanku!"
Dijanjikan hadiah, si burung bangau itu lalu memberanikan diri mendekat. Dengan leher dan paruhnya yang panjang, ia lalu menjulurkannya ke dalam mulut Pak Serigala untuk mengambil tulang. Dengan paruhnya yang panjang dia kemudian berhasil mengambil sebuah tulang. Tulang itu tertancap dalam di dalam leher serigala.
Terengah-engah karena kesakitan, Pak Serigala mengambil nafas panjang.
"Sudah baikan sekarang! Oh, tadi itu benar-benar sakit!"
"Dan mana hadiahnya?" burung bangau mengingatkannya, berdiri dengan tidak sabar di atas kakinya yang panjang.
Pak Serigala malah tertawa terbahak bahak.
"Burung bodoh!" dia berkata dengan suara keras. "Kamu sudah dapat hadiahmu! Bukankah sudah merupakan hadiah bagimu bahwa kepalamu kamu sudah masuk ke mulut serigala dan bisa keluar lagi dengan selamat?"
"Tapi aku sudah berbuat baik padamu!" burung bangau itu berkuak mengeluh.
"Tidak!" kata Pak Serigala. "Tidak dikatakan berbuat baik jika kamu melakukannya ingin dapat imbalan!"



Terjemah bebas dari : The Wolf and the Crane, Richards Topical Encyclopedia. 1951

Pesan dari cerita ini adalah : berbuat baiklah tanpa mengharapkan imbalan.

Minggu, 02 November 2014

Anwar dan Burung Kecil

Ketika Anwar sedang berjalan pulang dari sekolah, hujan mulai turun sangat lebat. Setelah makan malam, sebelum memulai pekerjaan rumahnya, dia bertanya kepada ibunya apakah dia boleh melihat hujan dulu sebentar. Ibu bilang bahwa Anwar boleh melihatnya sebentar saja. Anwar melihat ke jendela dan mulai memperhatikan hujan yang turun di luar. Ada orang berjalan di jalanan dengan memakai payung, dan yang tidak mempunyai payung merapatkan diri mereka ke bangunan. Tak lama kemudian, gumpalan hujan mulai terbentuk di mana-mana. Mobil yang lewat memuncratkan air ke sisi jalan dan orang berlarian dari pemberhentian agar tidak kebasahan. Anwar berpikir betapa menyenangkannya berada di dalam rumah dan dia harus lebih bersyukur kepada Allah Yang telah memberinya makanan dan rumah yang hangat untuk tinggal. Pada saat itu juga, seekor burung jelatik hinggap di bingkai jendela. Anwar berpikir bahwa burung malang itu pasti sedang mencari tempat berteduh dari hujan, dan dia segera membuka jendela.
“Hai, namaku Anwar,” katanya. “Kamu boleh masuk kalau kamu mau.”
“Terima kasih, Anwar,” kata sang burung kecil. “Aku ingin menunggu di dalam sampai hujan reda.”
“Kamu pasti kedinginan di luar sana,” Anwar ikut merasakan “Aku belum pernah melihat burung sedekat ini sebelumnya. Lihat betapa tipisnya kakimu! Bagaimana kakimu dapat menahan badanmu hingga tegak?”
“Kamu benar, Anwar,” sang jelatik setuju. “Kami burung memiliki kaki yang tipis dibanding tubuh kami. Namun, biarpun demikian, kaki-kaki tersebut mampu menahan tubuh kami dengan sangat mudah. Ada banyak otot, pembuluh darah dan syaraf didalamnya. Bila kaki kami lebih tipis atau lebih tebal lagi, akan sulit bagi kami untuk terbang.”
“Terbang pasti rasanya sangat menakjubkan,” pikir Anwar. “sayapmu terlalu tipis, juga, namun kalian masih dapat terbang dengannya. Jadi, bagaimana kamu dapat terbang sedemikian jauhnya tanpa merasa lelah?”
“Saat pertama kali kami terbang, kami menggunakan banyak sekali tenaga karena kami harus mendukung berat badan kami pada sayap kami yang tipis,” mulai sang jelatik. “Namun begitu kami di udara, kami menjadi santai dengan mebiarkan tubuh kami terbawa angin. Jadi, karena kami menghabiskan lebih sedikit tenaga dengan cara ini, kami tidak menjadi lelah. Saat angin berhenti bertiup, kami mulai mengepakkan sayap kami lagi. Karena kelebihan yang telah Allah ciptakan untuk kami, kami dapat terbang dalam jarak yang sangat jauh.”
Anwar kemudian bertanya, “Bagaimana kamu dapat melihat sekelilingmu saat sedang terbang?”
Sang jelatik menjelaskan: “Organ indera terbaik kami adalah mata kami. Selain memberikan kemampuan untuk terbang, Allah juga memberikan kami indera penglihatan yang sangat hebat. Jika kami tidak memiliki indera penglihatan bersamaan dengan kemampuan ajaib kami untuk bisa terbang, hal itu sangatlah berbahaya bagi kami. Kami dapat melihat benda yang sangat jauh dengan lebih jelas daripada manusia, dan kami memiliki jangkauan penglihatan yang luas. jadi begitu kami melihat bahaya di depan, kami dapat menyesuaikan arah dan kecepatan terbang kami. Kami tidak dapat memutar mata kami seperti manusia karena mata kami diletakkan pada pencengkramnya. namun kami dapat menggerakkan kepala kami berputar dengan cepat untuk memperluas wilayah penglihatan kami.”
Anwar mengerti: “Jadi, itulah mengapa burung selalu menggerakkan kepala mereka: untuk melihat ke sekeliling mereka. Apakah semua mata burung seperti itu?”
“Burung hantu dan burung-burung malam hari lainnya memiliki mata yang sangat lebar,” sang jelatik melanjutkan. “Berkat sel khusus dalam mata mereka, mereka dapat melihat dalam keremangan. Karenanya, burung hantu dapat melihat dengan sangat baik untuk berburu di malam hari. Ada juga jenis burung yang disebut burung air; Allah menciptakan mereka agar mereka dapt melihat dengan sangat baik di dalam air. Mereka mencelupkan kepala mereka ke dalam air dan menangkap serangga atau ikan. Allah menciptakan kemampuan ini dalam burung-burung ini agar mereka dapat melihat dengan jelas di dalam air dan menangkap mangsa mereka.”
“Tidak semua paruh burung sama, nampaknya. Mengapa demikian?” Anwar bertanya.
“Allah menciptakan berbagai jenis paruh yang berbeda untuk burung yang berbeda untuk melakukan pekerjaan yang berbeda,” demikian jawabannya. “Paruh kamu sesuai dengan sempurna terhadap lingkungan di mana kami tinggal. Ulat dan cacing sangat lezat bagi kami para burung pemangsa serangga. dengan paruh kami yang tipis dan tajam, kami dapat dengan mudah mengambil ulat dan cacing dari bawah daun pohon. Burung pemakan ikan biasanya memiliki paruh yang panjang dengan bentuk seperti sendok pada ujungnya untuk menangkap ikan dengan mudah. Dan burung yang makan dari tumbuhan memiliki paruh yang membuat mereka dapat makan dengan mudah dari jenis tumbuhan yang mereka sukai. Allah telah menyediakan dengan sempurna untuk setiap makhluk di Bumi dengan memberikannya kemampuan yang dia butuhkan.”
Anwar punya pertanyaan lain untuk sang jelatik: “Kamu tidak mempunyai telinga seperti yang aku punya, namun kamu masih dapat mendengarkan aku dengan sangat baik. Bagaimana bisa?”
“Indera pendengaran sangatlah penting bagi kami para burung. Kami menggunakannya untuk berburu dan saling memperingatkan akan adanya kemungkinan bahaya sehingga kami dapat melindungi diri kami. Sebagian burung memiliki gendang pendengaran yang membuat mereka mampu mendengar suara yang paling kecil. Pendengaran burung hantu sangat peka akan suara. Burung Hantu dapat mendengar tingkat suara yang tidak dapat didengar manusia,” sang jelatik memberitahukannya.
Anwar kemudian bertanya: “Kalian para burung berkicau dengan sangat merdu. Aku senang mendengarkan kalian. Untuk apa kalian menggunakan suara kalian?”
Sang burung mengangguk: “Sebagian dari kami memiliki kicauan yang berbeda untuk mengusir musuh kami. Terkadang kami membuat sarang kami di dalam lubang pada batang pohon, dan ketika musuh mencoba masuk, kami mendesis layaknya ular. Penyusup tersebut berpikir bahwa ada ular di dalam sarang itu, sehingga kami dapat melindungi sarang kami.”
“Apa lagi yang kalian lakukan untuk melindungi sarang kalian dari musuh?” Anwar ingin tahu.
“Kami membangun banyak sarang tipuan untuk menyesatkan musuh kami,” kata sang burung. “Dengan cara ini kami membuat para penyusup tersesat dan melindungi sarang dan telur kami yang telah kami sembunyikan di daerah tersebut. Untuk melindungi sarang kami dari ular berbisa, kami menutupi jalan masuk dan membuatnya sangat berliku-liku. Kewaspadaan lainnya adalah membangun sarang pada pohon yang cabangnya berduri.”
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.
(QS. an-Nahl, 16:79)
“Bagaimanakah sebagian burung dapat berenang dalam air? dan mengapa tidak semua burung dapat berenang?” Anwar bertanya pada temannya.
Sang jelatik menjawab: “Allah telah menciptakan sebagian dari kami dengan kemampuan untuk berenang. Dia telah memberikan mereka kaki berselaput jala agar mereka mampu berenang saat masuk ke dalam air. Sebagian lain dari kami memiliki jari tipis tanpa jala. jadi, selain burung air, burung tak dapat berenang.”
“Sama seperti sepatu renang!” Anwar berseru. “Saat aku berenang dengan memakai sepatu renang, aku dapat berenang dengan jauh lebih cepat.”
“Ada beberapa burung yang telah memiliki sepatu renang ini sejak lahir,” kata sang burung.
Saat Anwar dan sang burung sedang berbincang-bincang, ibunya menyuruh Anwar untuk masuk ke kamarnya dan mengerjakan pekerjaan rumahnya. Pada saat bersamaan, hujan pun telah reda.
Anwar berkata pada temannya: “Sekarang aku harus masuk ke kamarku dan mengerjakan pekerjaan rumahku. Besok aku akan bercerita kepada teman-temanku tentang kemampuan istimewamu, dan bagaimana Allah telah menciptakan kamu dan makhluk lainnya melalui karya seni kreatif yang sedemikian sempurna.”
“Hujan telah reda, jadi aku dapat kembali ke sarangku,” jawab sang jelatik. “Terima kasih telah membawa aku masuk, Anwar. Saat kau menceritakan temanmu tentang kami, Bisakah kamu sampaikan juga kepada mereka untuk peduli kepada kami dan jangan melemparkan batu kepada kami atau kepada makhluk lainnya?”
“Ya, tentu saja aku akan menyampaikannya kepada mereka,” Anwar setuju. “Semoga Allah melindungimu.” Anwar membuka jendela dan sang burung segera terbang, melayang menembus udara. Anwar memikirkan kesempurnaan dalam ciptaan Allah dan duduk mengerjakan pekerjaan rumahnya.


Rabu, 22 Oktober 2014

Kisah Semut dan Kepompong

Dikisahkan ada sebuah hutan yang sangat lebat, tinggallah disana bermacam-macam hewan, mulai dari semut, gajah, harimau, badak, burung dan sebagainya. Pada suatu hari datanglah badai yang sangat dahsyat. Badai itu datang seketika sehingga membuat panik seluruh hewan penghuni hutan itu. Semua hewan panik dan berlari ketakutan menghindari badai yang datang tersebut.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan sangat hangatnya dan kicauan burung terdengar dengan merdunya, namun apa yang terjadi? banyak pohon di hutan tersebut tumbang berserakan sehingga membuat hutan tersebut menjadi hutan yang berantakan.
Seekor Kepompong sedang menangis dan bersedih akan apa yang telah terjadi di sebuah pohon yang sudah tumbang. "Hu..huu...betapa sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satupun yang aman untuk berlindung..huhu.." sedih sang Kepompong meratapi keadaan.
Dari balik tanah, muncullah seekor semut yang dengan sombongnya berkata "Hai kepompong, lihatlah aku, aku terlindungi dari badai kemarin, tidak seperti kau yang ada diatas tanah, lihat tubuhmu, kau hanya menempel di pohon yang tumbang dan tidak bisa berlindung dari badai" kata sang Semut dengan sombongnya.
Si Semut semakin sombong dan terus berkata demikian kepada semua hewan yang ada di hutan tersebut, sampai pada suatu hari si Semut berjalan diatas lumpur hidup. Si Semut tidak tahu kalau ia berjalan diatas lumpur hidup yang bisa menelan dan menariknya kedalam lumpur tersebut.

"Tolong...tolong....aku terjebak di lumpur hidup..tolong", teriak si semut. Lalu terdengar suara dari atas, "Kayaknya kamu lagi sedang kesulitan ya, semut?" si Semut menengok ke atas mencari sumber suara tadi, ternyata suara tadi berasal dari seekor kupu-kupu yang sedang terbang diatas lumpur hidup tadi.


"Siapa kau?" tanya si Semut galau. "Aku adalah kepompong yang waktu itu kau hina" jawab si Kupu-kupu. Semut merasa malu sekali dan meminta bantuan si Kupu-kupu untuk menolong dia dari lumpur yang menghisapnya. "Tolong aku kupu-kupu, aku minta maaf waktu itu aku sangat sombong sekali bisa bertahan dari badai cuma hanya karena aku berlindung dibawah tanah". Si kupu-kupu akhirnya menolong si Semut dan semutpun selamat serta berjanji ia tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hutan tersebut.

Anak Kupu Kupu Emas yang Sombong

Pada suatu ketika disebuah taman bunga yang sangat luas. Banyak sekali serangga dan hewan yang beterbangan di sekitar taman bunga tersebut. Sebut saja ada lebah, capung, burung, kupu-kupu dan lain-lain. Mereka sibuk dengan tugas dan pekerjaannya masing-masing.
Ada lebah menghisap madu, ada capung yang terbang kesana kemari mencari makanan dari tumbuh-tumbuhan. Ada kupu-kupu yang hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain.
Namun ada seekor kupu-kupu yang tampaknya sedang malas bekerja. Ia hanya termenung di pinggir taman bunga dan tidak mau bekerja seperti teman-temannya.
Ia merasa malu untuk terbang karena sayapnya tidak berwarna cerah seperti teman-temannya. Sebut saja namanya si Kupik.
Hingga suatu saat ada kupu-kupu yang datang menyapanya. "Hai Kupik kamu kenapa tidak terbang bersama kami" temannya bertanya. Si Kupik menjawab "Aku malu karena sayapku tidak seperti kalian, sayap kalian berwarna sedang aku tidak, sayapku tidak cemerlang" sedih si Kupik.

Kupik hanya meratapi sayapnya namun ia tidak mau berusaha. Sampai suatu ketika pada malam hari ia melihat bintang jatuh dan ia mengucapkan keinginan. Keinginannya adalah jika sayapnya bisa berwarna emas yang kemilau.

Keesokan harinya si Kupik mendapati sayapnya berwarna emas mirip seperti yang ia inginkan ketika melihat bintang jatuh semalam. Si Kupik menjadi sangat sombong dengan warna sayap barunya. Setiap pagi ia hanya mengembangkan sayapnya dan tidak mau menghisap bunga.

Sampai suatu ketika ia ingin mengepakkan sayapnya, namun karena ia sering mengembangkan sayap untuk hanya pamer, akibatnya ia tidak bisa terbang seperti sedia kala. Akhirnya si Kupik menyesal telah menjadi sombong oleh karena warna sayapnya menjadi emas yang mengkilau.


Putri Malu dan Cermin Ajaib

Putri malu walau wajahnya sangat buruk namun hatinya sangat baik, ia sering menolong orang yang kesusahan dengan membantu apa yang ia bisa lakukan, ia tidak menghiraukan wajahnya yang buruk namun ia berhati mulia dan sebenarnya banyak orang yang suka dengan kebaikan hatinya.

Kini putri malu hidupnya sehari hanya tinggal di dalam rumah kayu dan jarang sekalu keluar rumah. Pada suatu malam bulan purnama, si putri malu memberanikan diri untuk keluar, karena yakin tidak ada orang yang bisa melihat rupanya dengan jelas seperti pada siang hari.

Kemudian ia duduk dibawah pohon yang rindang sambil memandangi langit yang bersih dan terang serta bertaburan bintang seraya berkata, "Hai bintang di langit, ijinkan aku untuk meminta sesuatu kepadamu, bisakah aku menjadi cantik seperti kebanyak gadis yang lain?". Sambil berlinang air mata, putri malu menatap langit biru nan terang malam itu.

Kemudian setelah larut malam, putri malu kembali masuk kedalam rumah, baru sampai depan pintu, tiba-tiba ia merakan menginjak sebuah benda. "Hey, benda apa ini?", kemudian ia memungut benda tersebut dan ternyata adalah sebuah cermin.

Ia heran kenapa cermin ini ada di luar rumah dan tidak biasanya ia melihat cermin sebesar wajahnya berada di luar kamarnya. Kemudian ia masuk kamar dan sebelum tidur ia mencermati wajahnya di cermin baru yang ia temukan di depan pintu rumahnya.

"Wahai cermin, bisakah kau merubah wajahku menjadi sangat cantik sebelum aku tidur malam ini?", tiba-tiba dari balik cermin muncul seorang peri yang tersenyum melihat wajah putri malu yang bertanya kepada cermin.

"Tuan putri, sebenarnya kau sudah cantik dari dalam batinmu, kau sering menolong orang yang sedang kesusahan walau dirimu sedang dalam kesusahan, ketahuilah engkau seperti tuan putri yang sedang dalam ujian, namun akhirnya kau telah berhasil melawan karma mu karena kau telah berbaik hati kepada sesama". peri yang ada di dalam cermin berkata sambil tersenyum kepada putri malu.


Akhirnya karena kesabaran serta hati yang baik, putri malu berubah menjadi cantik kembali dan kini putri malu tinggal bersama pangeran yang datang meminangnya sebagai putri kerajaan yang berwajah cantik dan baik hatinya.

Minggu, 02 Oktober 2011

Cindelaras

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
 Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
 Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
  
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.


Cerita Rakyat "Cindelaras", diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana.

Jumat, 30 September 2011

Sikancil dan Siput

Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk dibuka. “Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.


Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan sombongnya.

“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha......., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi.
Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.
Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput.
Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput....sudah sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”
Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal.
Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.

Asal Mula Rumah Siput

Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon .
Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,, tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur,
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru….
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang, aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini bersamaku ke manapun aku pergi.

Istana Bunga

Dahulu kala, hiduplah raja dan ratu yang kejam. Keduanya suka berfoya-foya dan menindas rakyat miskin. Raja dan Ratu ini mempunyai putra dan putri yang baik hati. Sifat mereka sangat berbeda dengan kedua orangtua mereka itu. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna selalu menolong rakyat yang kesusahan. Keduanya suka menolong rakyatnya yang memerlukan bantuan.
Suatu hari, Pangeran Aji Lesmana marah pada ayah bundanya,  "Ayah dan Ibu jahat. Mengapa menyusahkan orang miskin?!"
Raja dan Ratu sangat marah mendengar perkataan putra mereka itu.
"Jangan mengatur orangtua! Karena kau telah berbuat salah, aku akan menghukummu. Pergilah dari istana ini!" usir Raja.

Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut. Justru Puteri Rauna yang tersentak, lalu menangis memohon kepada ayah bundamya, "Jangan, usir Kakak! Jika Kakak harus pergi, saya pun pergi!"

Raja dan Ratu sedang naik pitam. Mereka membiarkan Puteri Rauna pergi mengikuti kakaknya. Mereka mengembara. Menyamar menjadi orang biasa. Mengubah nama menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Mereka pun mencari guru untuk mendapat ilmu. Mereka ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka.

Keduanya sampai di sebuah gubug. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Kakek sakti itu dulu pernah menjadi guru kakek mereka. Mereka mencoba mengetuk pintu.
"Silakan masuk, Anak Muda," sambut kakek renta yang sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas muridnya. Namun kakek itu sengaja pura-pura tak tahu. Kusmantoro mengutarakan maksudnya,  "Kami, kakak beradik yatim piatu. Kami ingin berguru pada Panembahan."
Kakek sakti bernama Panembahan Manraba itu tersenyum mendengar kebohongan Kusmantoro. Namun karena kebijakannya, Panembahan Manraba menerima keduanya menjadi muridnya.
Panembahan Manraba menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari. Keduanya ternyata cukup berbakat. Dengan cepat mereka menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan. Berbulan-bulan mereka digembleng guru bijaksana dan sakti itu.

Suatu malam Panembahan memanggil mereka berdua. "Anakku, Kusmantoro dan Kusmantari. Untuk sementara sudah cukup kalian berguru di sini. Ilmu-ilmu lainnya akan kuberikan setelah kalian melaksanakan satu amalan."
"Amalan apa itu, Panembahan?" tanya Kusmantari.
"Besok pagi-pagi sekali, petiklah dua kuntum melati di samping kanan gubug ini. Lalu berangkatlah menuju istana di sebelah Barat desa ini. Berikan dua kuntum bunga melati itu kepada Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Mereka ingin menyadarkan Raja dan Ratu, kedua orang tua mereka."

Kusmantoro dan Kusmantari terkejut. Namun keterkejutan mereka disimpan rapat-rapat. Mereka tak ingin penyamaran mereka terbuka.
"Dua kuntum melati itu berkhasiat menyadarkan Raja dan Ratu dari perbuatan buruk mereka. Namun syaratnya, dua kuntum melati itu hanya berkhasiat jika disertai kejujuran hati," pesan Panembahan Manraba.

Ketika menjelang tidur malam, Kusmantoro dan Kusmantari resah. Keduanya memikirkan pesan Panembahan. Apakah mereka harus berterus terang kalau mereka adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna? Jika tidak berterus terang, berarti mereka berbohong, tidak jujur. Padahal kuntum melati hanya berkhasiat bila disertai dengan kejujuran.

Akhirnya, pagi-pagi sekali mereka menghadap Panembahan.
"Kami berdua mohon maaf, Panembahan. Kami bersalah karena tidak jujur kepada Panembahan selama ini."
Saya mengerti, Anak-anakku. Saya sudah tahu kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Pulanglah. Ayah Bundamu menunggu di istana."

Setelah mohon pamit dan doa restu, Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna berangkat menuju ke istana. Setibanya di istana, ternyata Ayah Bunda mereka sedang sakit. Mereka segera memeluk kedua orang tua mereka yang berbaring lemah itu.
Puteri Rauna lalu meracik dua kuntum melati pemberian Panembahan. Kemudian diberikan pada ayah ibu mereka. Ajaib! Seketika sembuhlah Raja dan Ratu. Sifat mereka pun berubah. Pangeran dan Puteri Rauna sangat bahagia. Mereka meminta bibit melati ajaib itu pada Panembahan. Dan menanamnya di taman mereka. Sehingga istana mereka dikenal dengan nama Istana Bunga. Istana yang dipenuhi kelembutan hati dan kebahagiaan.

Berlangganan dengan E-mail

Untuk mendapatkan artikel terbaru, silahkan masukkan email saudara

Recent Articles

© 2014 NAZWA KAMILA . WP themonic converted by Bloggertheme9. Powered by Blogger.